Kamis, 09 Oktober 2014

Asuhan Keperawatan Pada pasien fraktur Femur


a.    Pengertian  Fraktur  Femur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2000). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas sebuah tulang sebagai akibat dari cedera (Hinchliff, 2002). Fraktur adalah terputusnya kesinambungan sebagian atau seluruh tulang/bahkan tulang rawan (Pusponegoro, 2012). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya (Smeltzer, 2002). Fraktur merupakan hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik yang bersifat total maupun sebagian yang disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik (Helmi, 2012).
Fraktur Femur adalah hilangnya kontinuitas tulang paha, kondisi fraktur femur secara klinis bisa berupa fraktur femur terbuka yang disertai adanya kerusakan jaringan lunak (otot, kulit, jaringan saraf dan pembuluh darah) dan fraktur femur tertutup yang dapat disebabkan oleh trauma langsung pada paha (Helmi, 2012).
Kesimpulan dari fraktur femur adalah patah tulang yang  mengenai daerah tulang paha yang dikarenakan tekanan, benturan, pukulan akibat dari kecelakaan serta kelainan patologik pada tulang seperti adanya tumor, infeksi, pada pendertia penyakit paget) yang mengakibatkan kerusakan jaringan  tulang paha.
b.   Anatomi  Fisiologi  Tulang  Femur

Dibawah ini adalah gambar anatomi tulang femur.

Tulang bukan saja merupakan kerangka penguat tubuh, tetapi  juga merupakan bagian untuk susunan sendi dan di samping itu  pada tulang melekat origo dan insertio dari otot-otot yang menggerakan kerangka tubuh. Tulang juga mempunyai fungsi sebagai tempat mengatur dan menyimpan kalsium, fosfat, magnesium dan garam. Bagian ruang di tengah tulang-tulang tertentu memiliki jaringan hemopoietik yang berfungsi untuk memproduksi sel darah merah, sel darah putih, trombosit (Helmi, 2012).
Rangka manusia dewasa tersusun dari tulang-tulang (sekitar 206 tulang) yang membentuk suatu kerangka tubuh yang  kokoh. Walaupun rangka utama tersusun dari tulang, rangka  di sebagian tempat dilengkapi dengan kartilago (Sloane, 2004).
a.    Tungkai Bawah
Secara anatomis, bagian proksimal dari tungkai bawah antara girdel pelvis dan lutut adalah paha, bagian antara lutut dan pergelangan kaki adalah tungkai.
                           1.     Femur
Bahasa latin yang berarti paha adalah tulang terpanjang, terkuat dan terberat dari semua tulang pada rangka tubuh.
1.1 Ujung proksimal femur memiliki kepala yang membulat untuk beartikulasi dengan asetabulum. Permukaan lembut dari bagian kepala mengalami depresi dan fovea kapitis untuk tempat perlekatan ligamen yang menyanggah kepala tulang agar tetap di tempatnya dan membawa pembuluh darah ke kepala tersebut.
1.2    Femur tidak berada pada garis vertikal tubuh. Kepala femur masuk dengan pas ke asetabulum untuk membentuk sudut sekitar 125˚ dari bagian leher femur. Dengan demikian, batang tulang paha dapat bergerak bebas tanpa terhalang pelvis saat paha bergerak.
1.3    Sudut femoral pada wanita biasanya lebih miring (kurang dari 125˚) karena pelvis lebih lebar dan femur lebih pendek.
                       2.          Di bawah bagian kepala yang tirus adalah bagian leher yang tebal, yang terus memanjang sebagai batang. Garis intertrokanter pada permukaan anterior dan krista intertrokanter di permukaan posterior tulang membatasi bagian leher dan bagian batang.
                       3.          Ujung atas batang memiliki dua prosesus yang menonjol. Trokanter besar dan trokanter kecil, sebagai tempat perlekatan otot untuk menggerakan persendian panggul.
                       4.          Bagian batang permukaannya halus dan memiliki satu tanda saja. Linea aspera, yaitu lekak kasar untuk perlekatan beberapa otot.
                       5.          Ujung bawah batang melebar ke dalam kondilus medial dan kondilus lateral.
5.1  Pada permukaan posterior, dua kondilus tersebut membesar dengan fosa interkondiler yang terletak di antara keduanya. Area triangular di atas fosa interkondiler disebut permukaan popliteal.

5.2  Pada permukaan anterior, epikondilus medial dan lateral berada di atas dua kondilus besar. Permukaan artikular halus yang terdapat di antara kedua kondilus adalah permukaan patellar. Yang berbentuk konkaf untuk menerima patella (tempurung lutut).
b.    Komponen Jaringan Tulang
1.    Komponen-komponen utama dari jaringan tulang adalah mineral-mineral dan jaringan organik (kolagen dan proteoglikan).
2.    Kalsium dan fosfat membentuk suatu kristal garam (hidroksiapatit), yang tertimbun pada matriks kolagen dan proteoglikan.
3.    Matriks organik tulang disebut juga sebagai suatu osteoid. Sekitar 70% dari osteoid adalah kolagen tipe I yang kaku dan memberikan ketegaran tinggi pada tulang.
4.    Materi organik lain yang juga menyusun tulang berupa proteoglikan.
c.    Fisiologi Sel-sel Tulang
. Endosteum dalam gambaran lapisan seluler tidak sempurna; terdiri  atas sel-sel epitel, osteoblas, sel-sel osteoprogenerator, osteoid, dan osteoklas 
a.       3 jenis  sel  pada  tulang
1.      Osteoblas
Membangun tulang dengan membentuk kolagen tipe I dan proteoglikan sebagai matriks tulang atau jaringan osteoid melalui suatu proses yang disebut osifikasi.
2.      Osteosit
Osteosit adalah sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu lintasan untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat.
3.      Osteoklas
Osteoklas adalah sel-sel besar berinti banyak yang memungkinkan mineral dan matriks tulang dapat di absorpsi.
a.    Etiologi
Fraktur dapat terjadi akibat hal-hal berikut ini:
1.      Peristiwa tunggal
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan yang dapat berupa benturan, pemukulan, penghancuran, penekukan atau  terjatuh  dengan  posisi  miring, pemuntiran  serta  penarikan.
2.      Kelemahan  abnormal  pada  tulang  (fraktur  patologik)
Fraktur  dapat  terjadi  oleh  tekanan  yang  normal  jika  tulang  itu  lemah (misalnya  oleh  tumor) atau kalau tulang itu sangat rapuh (misalnya pada penyakit paget).

b.   Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala fraktur femur umumnya antara lain (Helmi, 2012) :
a)      Nyeri.
b)      Kehilangan fungsi.
c)      Deformitas.
d)     Pemendekan ekstermitas karena kontraksi otot.
e)      Krepitasi.
f)       Pembengkakan.
g)      Perubahan warna lokal pada kulit yang terjadi akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.
c.    Klasifikasi Fraktur
Klasifikasi fraktur dapat dibagi dalam klasifikasi penyebab, klasifikasi jenis, klasifikasi klinis, klasifikasi radiologis (Helmi, 2012).
(1)   Klasifikasi Penyebab
1.      Fraktur traumatik
Disebabkan oleh trauma yang tiba-tiba mengenai  tulang dengan kekuatan yang besar. Tulang tidak mampu menahan trauma tersebut sehingga terjadi fraktur.
2.      Fraktur patologis
Disebabkan oleh kelemahan tulang sebelumnya akibat  kelainan patologis di dalam tulang. Fraktur patologis terjadi di dalam tulang yang telah menjadi lemah karena tumor atau proses patologis lainnya. Tulang seringkali menunjukan penurunan densitas. Penyebab yang paling sering dari fraktur semacam ini adalah tumor, baik primer maupun metastasis.

Fraktur stres
Disebabkan oleh trauma yang terus-menerus pada  suatu tempat tertentu.
(1)   Klasifikasi Jenis Fraktur
Berbagai jenis fraktur tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Fraktur terbuka.
2.      Fraktur tertutup.
3.      Fraktur kompresi.
4.      Fraktur stress.
5.      Fraktur avulsi.
6.      Greenstick fraktur (fraktur lentuk/salah satu tulang patah sedang sisi lainnya membengkok).
7.      Fraktur tranversal.
8.      Fraktur kominutif (tulang pecah menjadi beberapa fragmen).
9.      Fraktur impaksi (sebagian fragmen tulang masuk ke fragmen lainnya).


Klasifikasi jenis  fraktur yang umum digunakan dalam konsep  fraktur
(Sumber : Helmi, 2012)
(1)   Klasifikasi klinis
Manifestasi dari kelainan akibat trauma pada tulang bervariasi. Klinis yang didapatkan akan memberikan gambaran pada kelainan tulang. Secara umum keadaan patah tulang secara klinis dapat diklasifikasikan  sebagai berikut :
1.      Fraktur tertutup (closed  fracture)
Fraktur tertutup adalah fraktur dimana keadaan kulit tidak ditembus oleh fragmen tulang sehingga lokasi fraktur tidak tercemar oleh lingkungan atau tidak mempunyai hubungan  dengan dunia luar.
2.      Fraktur terbuka (open fracture)
Fraktur terbuka adalah fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat terbentuk dari dalam (from within) atau dari luar (from without).
3.      Fraktur dengan komplikasi (complicated fracture)
Fraktur dengan komplikasi adalah fraktur yang disertai dengan komplikasi misalnya mal-union, delayed union, serta infeksi tulang.
(2)   Klasifikasi  Radiologis
1.         Fraktur  tranversal

Gambar 5. Rontgen pada fraktur tranversal
(Sumber : Helmi, 2012)
Fraktur tranversal adalah fraktur yang garis patahnya  tegak lurus terhadap sumbu panjang tulang. Pada fraktur semacam ini, segmen-segmen tulang yang patah di reposisi atau di reduksi kembali ketempatnya semula, maka segmen-segmen itu akan stabil, dan biasanya dikontrol dengan bidai gips.
2.         Fraktur  kominutif

Fraktur kominutif adalah serpihan-serpihan atau terputusnya keutuhan jaringan dimana terdapat lebih dari dua fragmen tulang.
3. Fraktur oblik

Fraktur oblik adalah fraktur yang garis patahnya  membentuk sudut terhadap tulang. Fraktur ini tidak stabil dan sulit diperbaiki.
4. Fraktur segmental

    Fraktur segmental adalah dua fraktur berdekatan pada satu tulang yang menyebabkan terpisahnya segmen sentral dari suplai darahnya. Fraktur semacam sulit ini ditangani. Biasanya satu ujung yang tidak memiliki pembuluh darah akan sulit sembuh dan mungkin memerlukan pengobatan secara bedah.

5.         Fraktur  impaksi  atau  fraktur  kompresi

Fraktur impaksi atau fraktur kompresi. Fraktur kompersi terjadi apabila dua tulang menumbuk tulang yang berada di antaranya, seperti satu vertebra dengan dua vertebra lainnya (sering disebut dengan brust fracture). Fraktur pada korpus vertebra ini dapat di diagnosis dengan radiogram. Pandangan lateral dari tulang punggung menunjukan pengurangan tinggi vertikal dan sedikit membentuk sudut pada satu atau beberapa vertebra.





6.         Fraktur  spiral
Fraktur spiral timbul akibat torsi pada ekstermitas. Fraktur-fraktur ini khas pada cedera terputar sampai tulang patah. Yang menarik adalah bahwa jenis fraktur rendah energi ini hanya menimbulkan sedikit kerusakan jaringan lunak.
a.    Klasifikasi fraktur femur
Fraktur femur dibagi dalam fraktur Intertrokhanter Femur, subtrokhanter femur, fraktur batang femur, suprakondiler, dan interkondiler, dan fraktur kondiler femur (Helmi, 2012).

a.         Fraktur Intertrokhanter Femur
Fraktur intertrokhanter adalah patah tulang yang bersifat ekstrakapsular dari femur. Sering terjadi pada lansia dengan kondisi osteoporosis. Fraktur ini memiliki prognosis yang baik dibandingkan fraktur intrakapsular, di mana resiko nekrosis  avaskular  lebih  rendah.
Pada riwayat umum didapatkan adanya trauma akibat jatuh dan memberikan trauma langsung pada trokhanter mayor. Pada beberapa kondisi, cedera secara  memuntir  memberikan fraktur tidak langsung  pada  intertrokhanter.
gambar radiografi  fraktur  intertrokhanter. 

 pasca-reduksi  dan  pemasangan  fiksasi  interna.

a.       Fraktur Subtrokhanter Femur
Fraktur subtrokhanter femur ialah di mana garis patahnya berada 5 cm distal dari trokhanter minor. Fraktur jenis ini dibagi dalam beberapa klasifikasi, tetapi yang lebih sederhana dan mudah dipahami adalah klasifikasi Fielding & Magliato yaitu sebagai berikut:
1.      Tipe 1 : Garis fraktur satu level dengan trokhanter minor.
2.      Tipe 2 : Garis patah berada 1-2 inci di bawah dari batas atas trokhanter minor.
3.      Tipe 3 : Garis patah berada 2-3 inci di distal dari batas atas trokhanter minor.
a.       Fraktur Batang Femur
Fraktur batang femur biasanya terjadi karena trauma langsung akibat kecelakaan lalu lintas di kota-kota besar atau jatuh dari ketinggian. Patah daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan penderita jatuh dalam  syok, salah satu klasifikasi fraktur batang femur dibagi berdasarkan adanya luka yang berhubungan dengan daerah yang patah. Secara klinik fraktur batang femur dibagi dalam fraktur batang femur terbuka dan tertutup.
a.    Patofisiologi
Pada kondisi trauma diperlukan gaya yang besar untuk mematahkan femur pada orang dewasa. Kebanyakan fraktur ini terjadi pada pria muda yang mengalami kecelakaan kendaraan bermotor atau mengalami jatuh dari ketinggian. Biasanya pasien mengalami multipel trauma yang menyertainya.
Secara klinis fraktur femur terbuka sering didapatkan adanya  kerusakan neurovaskuler yang akan memberikan manifestasi   peningkatan resiko syok, baik syok hipovolemik karena  kehilangan darah (pada setiap patah satu tulang femur diprediksi akan hilangnya darah 500 cc dari  sistem  vaskular), maupun  syok  neurologik disebabkan rasa nyeri yang sangat hebat akibat kompresi atau kerusakan saraf yang berjalan di bawah tulang  femur.

. Berbagai kondisi gambaran klinis fraktur femur terbuka dengan kerusakan jaringan lunak 
b.   Proses  Fraktur
Trauma muskuluskeletal bisa menjadi fraktur dapat dibagi menjadi trauma langsung dan trauma tidak langsung.
a)    Trauma langsung
Trauma langsung menyebabkan tekanan langsung pada tulang dan terjadi pada daerah tekanan. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat kominutif dan jaringan lunak ikut mengalami kerusakan.
b)   Trauma tidak langsung
Trauma tidak langsung merupakan suatu kondisi trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur. Misalnya, jatuh dengan tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada klavikula. Pada keadaan ini biasanya jaringan lunak tetap utuh.
c.    Penyembuhan  Tulang Normal
Ketika mengalami cedera fragmen. Tulang tidak hanya ditambal dengan jaringan parut, tetapi juga akan mengalami regenerasi secara bertahap. Ada beberapa tahapan dalam penyembuhan tulang :
Fase 1 : Inflamasi
Respon tubuh pada saat mengalami fraktur sama dengan respon apabila ada cedera di bagian tubuh lain. Terjadi perdarahan pada jaringan yang cedera dan pembentukan hematoma pada lokasi fraktur. Ujung fragmen tulang mengalami devitalisasi karena terputusnya pasokan darah. Tempat cedera kemudian akan diinvasi oleh makrofag (sel darah putih besar) yang akan membersihkan daerah tersebut dari zat asing. Pada saat ini terjadi inflamasi, pembengkakan, dan nyeri. Tahap inflamasi berlangsung beberapa hari dan hilang dengan berkurangnya pembengkakan dan nyeri.
Fase 2 : Proliferasi sel
Dalam sekitar 5 hari, hematoma akan mengalami organisasi. Terbentuk benang-benang fibrin pada darah dan membentuk jaringan untuk revaskularisasi, serta invasi fibroblast dan osteoblas.
Fibroblas dan osteoblas (berkembang dari osteosit, sel endostel, dan sel periosteum) akan menghasilkan kolagen dan proteoglikan sebagai matriks kolagen pada patahan tulang. Terbentuk jaringan ikat fibrus dan tulang rawan (osteoid). Dari periosteum tampak pertumbuhan melingkar. Kalus tulang rawan tersebut di rangsang oleh gerakan mikro minimal pada tempat patah tulang. Namun, gerakan yang berlebihan akan merusak struktur kalus. Tulang yang sedang aktif tumbuh menunjukan potensial.
Fase 3 : Pembentukan dan Penulangan kalus (osifikasi)
Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh mencapai sisi lain sampai celah terhubungkan. Fragmen patahan tulang digabungkan dengan jaringan fibrus, tulang rawan dan serat tulang imatur. Bentuk kalus dan volume yang dibutuhkan untuk menghubungkan defek secara langsung berhubungan dengan jumlah kerusakan dan pergeseran tulang. Perlu waktu tiga sampai empat minggu agar fragmen tulang terhubung dalam tulang rawan atau jaringan fibrus. Secara klinis, fragmen tulang tak bisa lagi digerakan.
Pembentukan kalus mulai mengalami penulangan dalam dua sampai tiga minggu patah tulang melalui proses penulangan endokondrial. Mineral terus-menerus ditimbun sampai tulang benar-benar telah bersatu dengan keras. Pada patah tulang panjang orang dewasa normal, penulangan memerlukan waktu tiga sampai empat bulan.

. Fase 3: Pembentukan dan Penulangan kalus  
Fase 4 : Remodeling
Tahap akhir perbaikan patah tulang meliputi pengambilan jaringan mati dan reorganisasi tulang baru ke susunan struktural sebelumnya. Remodeling memerlukan waktu berbulan-bulan sampai bertahun-tahun pada beratnya modifikasi tulang yang dibutuhkan, fungsi tulang dan stres fungsional pada tulang (pada kasus yang melibatkan tulang kompak dan kanselus). Tulang kanselus mengalami penyembuhan dan remodeling lebih cepat dari pada tulang kortikal kompak, khususnya pada titik kontak langsung. Ketika remodeling telah sempurna, muatan permukaan patah tulang tidak lagi negatif.


Fase 4: Remodeling
Korteks mengalami revitalisasi
a.    Faktor-faktor  Penyembuhan  Fraktur
1.      Umur penderita.
2.      Lokalisasi dan konfigurasi fraktur.
3.      Pergeseran awal fraktur.
4.      Vaskularisasi pada kedua fragmen.
5.      Reduksi serta imobilisasi.
6.      Waktu imobilisasi.
7.      Ruangan diantara kedua fragmen serta interposisi oleh jaringan lunak.
8.      Faktor adanya infeksi dan keganasan lokal.
9.      Cairan sinovia.
10.  Gerakan aktif dan pasif pada anggota gerak.
11.  Nutrisi.
12.  Vitamin D.
b.   Pemeriksaan  Diagnostik
a.         Pemeriksaan radiologi
pada diagnosis fraktur, pemeriksaan yang penting adalah  menggunakan sinar rontgen (X-ray). Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan dalam  membaca gambaran radiologis adalah 6A, yaitu sebagai  berikut :
1.      Anatomi (misalnya  proksimal  tibia).
2.      Artikular (misalnya intra-Vs ekstra-artikular).
3.      Alignment (misalnya : first  plane).
4.      Angulation.
5.      Apeks (maksudnya  fragmen  distal  fraktur).
6.      Apposition.
CT scan biasanya dilakukan hanya dilakukan pada beberapa kondisi fraktur yang mana pemeriksaan radiografi tidak  mencapai kebutuhan diagnosis.
b.      Pemeriksaan  Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang lazim dilakukan untuk mengetahui lebih jauh kelainan yang terjadi seperti berikut :
1.      Alkalin  fosfat  meningkat  pada  kerusakan  tulang  dan menunjukan kegiatan osteoblastik dalam  membentuk  tulang.
2.      Kalsium serum dan fosfor serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
3.      Enzim otot seperti kreatinin kinase, Laktat  Dehidrogenase (LDH -5), Asparat Amino Transferase (AST), aldolase meningkat pada tahap  penyembuhan  tulang.
c.       Pemeriksaan  lainnya
1.      Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan tes sensitivitas: Dilakukan pada kondisi fraktur dengan komplikasi, pada kondisi infeksi, maka biasanya didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi.
2.      Biopsy tulang dan otot : Diindikasikan bila terjadi infeksi.
3.      Elektromiografi : Terdapat kerusakan konduksi saraf yang diakibatkan fraktur.
4.      Arthroscopi : Didapatkan jaringan ikat yang rusak  atau  sobek karena trauma yang berlebihan.
5.      Indium imaging : Pada pemeriksaan ini didapatkan  adanya infeksi.
6.      MRI : Menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur.
c.    Komplikasi Fraktur
Secara umum komplikasi fraktur meliputi :
1.    komplikasi awal
a.         Syok.
b.        Kerusakan Arteri.
c.         Sindrom Kompartemen.
d.        Infeksi.
e.         Avaskular Nekrosis.
f.         Fat Embolism Syndrome.
2.    komplikasi lama
a.        Delayed union.
b.        Non-union.
c.         Mal-union.
d.        Penatalaksanaan
Menurut Mansjoer (2000) penatalaksanaan fraktur di antaranya :
Pada fraktur femur tertutup, untuk sementara dilakukan traksi kulit dengan metode ekstensi Buck, atau didahului pemakaian Thomas splint, tungkai ditraksi dalam keadaan ekstensi. Tujuan traksi  kulit  tersebut untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah kerusakan  jaringan lunak lebih lanjut di sekitar daerah yang  patah.
Setelah dilakukan traksi kulit dapat dipilih pengobatan non-operatif atau operatif. Fraktur batang femur pada anak-anak umumnya dengan terapi non-operatif, karena akan menyambung baik. Perpendekan kurang dari 2 cm masih dapat diterima karena di kemudian hari akan sama panjangnya dengan tungkai yang  normal. Hal ini dimungkinkan karena daya proses remodelling anak-anak.
a.    Pengobatan  non-operatif
Dilakukan traksi skeletal, yang sering metode perkin dan  metode balance skeletal traction, pada anak di bawah 3  tahun digunakan traksi kulit Bryant, sedangkan anak usia  3-13  tahun dengan traksi Russell.
1.    Metode perkin.
Pasien tidur terlentang. Satu jari dibawah tuberositas tibia dibor dengan Steinman  pin, lalu ditarik dengan tali. Paha ditopang dengan  3-4 bantal. Tarikan dipertahankan sampai 12 minggu lebih sampai terbentuk kalus yang cukup kuat. Sementara itu tungkai bawah dapat dilatih untuk gerakan ekstensi dan fleksi.
2.    Metode balance skeletal traction.
Pasien tidur terlentang dan satu jari di bawah tuberositas tibia dibor dengan Steinman pin. Paha ditopang dengan Thomas  splint, sedang tungkai bawah ditopang oleh pearson  attachment. Tarikan dipertahankan sampai 12 minggu atau lebih sampai tulangnya membentuk kalus yang cukup. Kadang-kadang untuk mempersingkat waktu rawat, setelah ditraksi 8 minggu dipasang gips hemispica atau  cast bracing.
3.    Traksi kulit Bryant.
Anak tidur terlentang di tempat  tidur. Kedua tulang dipasang traksi  kulit, kemudian  ditegakan ke atas, ditarik dengan tali yang diberikan  beban 1-2 kg sampai kedua bokong anak tersebut terangkat dari tempat tidur.
4.    Traksi russel.
Anak tidur terlentang, di pasang  plester dari batas lutut. Dipasang sling  di daerah  popliteal, sling dihubungkan dengan tali yang dihubungkan dengan beban penarik. Untuk  mempersingkat waktu rawat, setelah 4 minggu ditraksi, dipasang gips hemispica karena kalus yang terbentuk belum kuat benar.
b.    Operatif
Indikasi operasi antara lain :
a.       Penanggulangan non-operatif gagal.
b.      Fraktur multipel.
c.       Robeknya arteri femoralis.
d.      Fraktur patologik.
e.       Fraktur pada orang-orang tua.
Pada fraktur 1/3 tengah sangat baik untuk dipasang  intramedullary nail. Bermacam-macam intramedullary  nail  untuk femur, di antaranya kuntscher nail, AO nail, dan  interlocking  nail.
Operasi dapat dilakukan dengan cara terbuka atau  cara  tertutup. Cara terbuka yaitu dengan menyayat kulit-fasia sampai ke tulang yang patah. Pen dipasang secara retrograde. Cara interlocking nail dilakukan tanpa menyayat di daerah yang patah. Pen dimasukan melalui ujung trokhanter mayor dengan bantuan image intersifier. Tulang dapat direposisi dan pen dapat masuk ke dalam fragmen bagian distal melalui guide tube. Keuntungan cara ini tidak menimbulkan bekas sayatan lebar dan perdarahan terbatas.

A.  KONSEP DASAR KEPERAWATAN
Keterampilan dokumentasi proses keperawatan adalah keterampilan
Proses keperawatan sebagai proses yang terdiri atas 3 tahap : pengkajian, perencanaan dan evaluasi yang di dasarkan pada metode ilmiah pengamatan, pengukuran, pengumpulan data dan penganalisaan temuan (Doenges, 2000).
Dalam proses keperawatan mencakup pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
I.     Pengkajian
Pengkajian adalah dasar pengidentifikasian kebutuhan, respon dan masalah individu (Doenges, 2000).
Menurut Hidayat (2001) pengkajian merupakan langkah pertama dari proses keperawatan melalui kegiatan pengumpulan data atau perolehan data dari pasien guna mengetahui berbagai permasalahan yang ada.
Data dasar pengkajian klien dengan Fraktur menurut Doenges (2000) adalah:
a)    Aktivitas/istirahat
1.    Tanda : Keterbatasan/kehilangan fungsi pada bagian yang terkena (mungkin segera, fraktur itu sendiri, terjadi secara sekunder dari pembengkakan  jaringan,  nyeri).
b)   Sirkulasi
1.      Tanda : Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri/ansietas) atau hipotensi (kehilangan darah). Takikardi (respon stres, hipovolemia). Penurunan/tak ada nadi pada bagian distal  yang cedera; pengisian kapiler lambat, pucat  pada  bagian  yang  terkena. Pembengkakan jaringan atau massa  hematoma pada sisi  cedera.
c)    Neurosensori
1.      Gejala : Hilang gerakan/sensasi, spasme otot, parestesis.
2.      Tanda : Deformitas lokal, angulasi abnormal dan pemendekan, rotasi, krepitasi (bunyi berderit), spasme  otot, terlihat kelemahan  atau hilang fungsi. Agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri  ansietas atau trauma lain).
d)   Nyeri/ketidaknyamanan
1.      Gejala : Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera. (mungkin terlokalisasi pada area  jaringan atau kerusakan tulang; dapat berkurang pada imobilisasi); tak ada nyeri akibat  kerusakan saraf. Spasme/kram  otot  (setelah  imobilisasi).
e)    Keamanan
1.      Tanda : Laserasi  kulit, avulsi  jaringan, perdarahan, perubahan warna. Pembengkakan lokal (dapat meningkat secara bertahap/tiba-tiba).
f)    Penyuluhan/pembelajaran
1.      Gejala : Lingkungan cedera.
2.      Pertimbangkan rencana pemulangan : DRG  menunjukan rerata lama dirawat: femur 7,8 hari;  panggul/pelvis, 6,7 hari; lainnya 4,4 hari bila  memerlukan  perawatan  di rumah  sakit.
Memerlukan bantuan dengan transportasi, aktivitas perawatan diri dan tugas pemeliharaan/perawatan rumah.

I.          Diagnosa  keperawatan
Menurut Doenges (2000), diagnosa yang muncul pada fraktur antara lain :
1.      Risiko tinggi trauma berhubungan dengan kehilangan integritas tulang (fraktur).
2.      Nyeri akut berhubungan dengan spasme otot; gerakan fragmen tulang, edema, dan cedera pada jaringan lunak; alat  traksi/imobilisasi; stress, ansietas.
3.      Risiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskuler berhubungan dengan penurunan/interupsi aliran darah: cedera vascular langsung, edema berlebihan, pembentukan thrombus; hipovolemia.
4.      Risiko tinggi kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan aliran; darah/emboli lemak; perubahan membrane alveolar/kapiler; interstisial, edema paru, kongesti.
5.      Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan rangka neuromuskular; nyeri atau ketidaknyamanan; terapi restriktif (imobilisasi  tungkai).
6.      Kerusakan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan cedera  tusuk; fraktur terbuka, bedah perbaikan; pemasangan traksi pen, kawat, sekrup; perubahan sensasi, sirkulasi; akumulasi  ekskresi/secret; imobilisasi fisik.
7.      Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tak  adekuatnya pertahanan primer; kerusakan kulit, trauma jaringan, terpajan pada lingkungan; Prosedur invasif, traksi  tulang.
8.      Kurang pengetahuan berhubungan dengan kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan.
II.       Perencanaan
Dari diagnosa keperawatan yang telah disusun, maka rencana tindakan keperawatan klien dengan fraktur menurut Doenges (2000) adalah:
(1)   Risiko tinggi terhadap trauma berhubungan dengan kehilangan  integritas  tulang  (fraktur) :
(a)      Tujuan : Meminimalkan terjadinya trauma.
(b)      Kriteria hasil : Mempertahankan stabilisasi dan posisi fraktur; menunjukan mekanika tubuh yang meningkatkan stabilitas pada sisi fraktur.
(c)      Intervensi :
Mandiri
i.          Pertahankan tirah baring/ekstermitas sesuai indikasi. Berikan sokongan sendi di atas dan di bawah fraktur bila bergerak atau membalik.
Rasional : Meningkatkan stabilitas, menurunkan  kemungkinan gangguan posisi atau penyembuhan.
ii.        Letakan papan di bawah tempat tidur atau tempatkan pasien pada tempat tidur ortopedik.
Rasional : Tempat tidur lentur atau lembut dapat membuat deformasi gips yang masih basah, mematahkan gips yang sudah kering atau mempengaruhi dengan penarikan traksi.

Gips/ Bebat
iii.  Sokong fraktur dengan bantal atau gulungan selimut. Pertahankan posisi netral pada bagian yang sakit dengan bantal pasir, pembebat, gulungan trokanter, papan kaki.
Rasional : Mencegah gerakan yang tak perlu dan perubahan posisi. Posisi yang tepat dari bantal juga dapat mencegah tekanan deformitas pada gips yang kering.
iv.  Tugaskan petugas yang cukup untuk membalik pasien. Hindari menggunakan papan abduksi untuk membalik pasien dengan gips spika.
Rasional : Gips panggul, tubuh  atau  multipel dapat membuat berat dan tidak praktis secara ekstrem. Kegagalan untuk menyokong ekstermitas yang di gips dapat menyebabkan gips patah.
v.    Evaluasi pembebat ekstermitas terhadap resolusi edema.
Rasional : Pembebat koaptasi (contoh jepitan jones-sugar) mungkin diberikan untuk memberikan imobilisasi fraktur di mana pembengkakan jaringan  berlebihan. Seiring dengan berkurangnya edema, penilaian kembali pembelat atau penggunaan gips plester mungkin diperlukan untuk mempertahankan kesejajaran fraktur.


Traksi
vi.  Pertahankan posisi/integritas traksi (contoh Buck, Dunlop, pearson, Russel).
Rasional : Traksi memungkinkan tarikan pada aksis panjang fraktur tulang dan mengatasi tegangan otot atau pemendekan untuk memudahkan posisi atau penyatuan. Traksi tulang (pen, kawat, jepitan) memungkinkan penggunaan berat lebih besar untuk penarikan traksi daripada digunakan untuk jaringan kulit.
vii.      Yakinkan bahwa semua klem berfungsi. Minyaki katrol dan periksa tali terhadap tegangan. Amankan dan tutup ikatan dengan plester perekat.
Rasional : Yakinkan  bahwa  susunan  traksi  berfungsi  dengan tepat untuk menghindari interupsi  penyambungan  fraktur.
viii.   Pertahankan katrol tidak terhambat dengan beban bebas menggantung, hindari menghilangkan  berat.
Rasional : Jumlah beban traksi optimal dipertahankan. Catatan : Memastikan gerakan bebas selama mengganti posisi pasien menghindari penarikan berlebihan tiba-tiba pada fraktur yang menimbulkan nyeri dan spasme otot.
ix.  Bantu meletakan beban di bawah roda tempat tidur bila  diindikasikan.
Rasional : Membantu  posisi  tepat  pasien  dan  fungsi traksi dengan memberikan keseimbangan timbal balik.
x.    Kaji ulang tahanan yang mungkin timbul akibat terapi, contoh pergelangan tidak menekuk/duduk dengan traksi Buck atau tidak memutar di bawah pergelangan dengan traksi Russell.
Rasional : Mempertahankan integritas tarikan traksi.
xi.  Kaji integritas alat fiksasi eksterbal.
Rasional : Traksi Hoffman memberikan stabilisasi dan sokongan kaku untuk tulang fraktur tanpa menggunakan katrol, tali/beban, memungkinkan mobilitas/kenyamanan pasien lebih besar dan memudahkan perawatan luka. Kurang atau berlebihannya keketatan klem atau ikatan dapat mengubah tekanan kerangka, menyebabkan kesalahan posisi.
Kolaborasi
xii.     Kaji  ulang  evaluasi/foto.
Rasional : Memberikan bukti visual mulainya  pembentukan kalus atau proses penyembuhan untuk menentukan tingkat aktivitas dan kebutuhan  perubahan atau tambahan  terapi.
xiii.   Berikan/pertahankan stimulasi listrik bila  digunakan.
Rasional : Mungkin diindikasikan untuk meningkatkan pertumbuhan tulang pada keterlambatan penyembuhan atau tidak menyatu.
(2)   Nyeri Akut berhubungan dengan spasme otot; gerakan fragmen  tulang, edema dan cedera pada jaringan lunak; alat traksi atau imobilisasi; stress, ansietas.
(a)    Tujuan : Keadaan  nyeri  teratasi  atau  berkurang.
(b)   Kriteria hasil : Klien tampak rileks, klien mampu tidur atau istirahat dengan tepat.
(c)    Intervensi :
Mandiri
i.          Pertahankan imobilisasi yang bagian sakit dengan tirah  baring,  gips, pembebat, traksi.
Rasional : Menghilangkan nyeri dan mencegah  kesalahan posisi tulang atau tegangan jaringan yang cedera.
ii.        Tinggikan dan dukung ekstermitas yang terkena.
Rasional : Meningkatkan aliran balik vena, menurunkan  edema dan menurunkan nyeri.
iii.      Hindari penggunaan sprei atau bantal plastik dibawah ekstermitas dalam  gips.
Rasional : Dapat meningkatkan ketidaknyamanan akibat  peningkatan produksi panas dalam gips yang kering.
iv.      Tinggikan penutup tempat tidur; pertahankan linen  terbuka pada ibu jari kaki.
Rasional : Mempertahankan kehangatan tubuh tanpa ketidaknyamanan karena tekanan selimut pada bagian  yang sakit.
v.        Evaluasi keluhan nyeri atau ketidaknyamanan,  perhatikan lokasi dan karaterisktik, termasuk intensitas (skala0-10). Perhatikan petunjuk nyeri nonverbal (perubahan pada tanda vital dan emosi/perilaku).
Rasional : Mempengaruhi pilihan atau pengawasan  keefektifan intervensi. Tingkat ansietas dapat mempengaruhi persepsi atau reaksi terhadap nyeri.
vi.      Dorong pasien mendiskusikan masalah sehubungan  dengan  cedera.
Rasional : Membantu  untuk  menghilangkan  ansietas. Pasien dapat merasakan kebutuhan untuk menghilangkan pengalaman kecelakaan.
vii.    Jelaskan prosedur sebelum memulai.
Rasional : Memungkinkan  pasien  untuk  siap  secara mental untuk aktivitas juga berpartisipasi dalam mengontrol tingkat  ketidaknyamanan.
viii.  Beri obat sebelum perawatan aktivitas.
Rasional : Meningkatkan relaksasi otot dan meningkatkan partisipasi.
ix.      Lakukan dan awasi latihan rentang gerak pasif atau aktif.
Rasional : Mempertahankan kekuatan atau mobilitas otot yang sakit dan memudahkan resolusi inflamasi  pada jaringan yang cedera.
x.        Berikan alternatif tindakan kenyamanan, contoh pijatan  punggung, perubahan posisi.
Rasional : Meningkatkan sirkulasi umum, menurunkan area tekanan lokal dan kelelahan  otot.
xi.      Dorong menggunakan teknik manajemen stress, contoh napas dalam, imajinasi, visualisasi. Sentuhan terapeutik.
Rasional : Memfokuskan kembali perhatian  meningkatkan rasa kontrol dan dapat meningkatkan kemampuan koping dalam manajemen nyeri, yang mungkin menetap untuk periode lebih lama.
xii.    Identifikasi aktivitas terpeutik yang tepat untuk usia pasien, kemampuan fisik, dan penampilan pribadi.
Rasional : Mencegah kebosanan, menurunkan tegangan dan dapat meningkatkan kekuatan otot; dapat meningkatkan harga diri dan kemampuan koping.
xiii.  Selidiki adanya keluhan nyeri yang tak biasa/tiba-tiba/dalam, lokasi progresif/buruk tidak hilang dengan analgesik.
Rasional : Dapat menandakan terjadinya komplikasi, contoh infeksi, iskemia jaringan, sindrom kompartemen.

Kolaborasi
xiv.  Lakukan kompres dingin/es 24-48 jam pertama dan sesuei keperluan.
Rasional : Menurunkan edema/pembentukan hematoma, menurunkan sensasi nyeri.
xv.    Berikan obat sesuai indikasi : Narkotik dan analgesik non narkotik; NSAID injeksi contoh ketorolac (toradol); dan relaksan otot, contoh siklobenzaprin (flekseril), hidroksin (vistaril). Berikan narkotik sekitar pada jamnya selama 3-5 hari.
Rasional : Diberikan untuk menurunkan nyeri dan spasme otot. Penelitian toradol telah diperbaiki menjadi lebih efektif dalam menghilangkan nyeri tulang, dengan masa kerja lebih lama dan sedikit efek samping bila dibandingkan dengan agen narkotik.
xvi.  Berikan/awasi analgesik yang dikontrol pasien (ADP) bila indikasi.
Rasional : Pemberian rutin ADP mempertahankan kadar analgesik darah adekuat, mencegah fluktuasi dalam penghilangan nyeri sehubungan dengan tegangan otot/spasme.

(1)   Risiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskuler perifer  berhubungan dengan penurunan/interupsi aliran darah: cedera vaskular langsung, edema berlebihan, pembentukan thrombus; hipovolemia.
(1)   Tujuan :  Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer.
(2)   Kriteria hasil : Mempertahankan perfusi jaringan dibuktikan oleh terabanya nadi, kulit hangat atau kering, sensasi normal, sensori biasa, tanda vital stabil dan haluaran urine adekuat untuk  situasi individu.
(3)   Intervensi :
Mandiri
i.          Lepaskan hiasan dari ekstermitas yang sakit.
Rasional : Dapat membendung sirkulasi bila terjadi edema.
ii.        Evaluasi adanya/kualitas nadi perifer distal terhadap cedera melalui palpasi atau doopler. Bandingkan dengan ekstermitas yang sakit.
Rasional : Penurunan atau tak adanya nadi  menggambarkan cedera vaskuler dan perlunya evaluasi medik segera terhadap status sirkulasi. Waspadai bahwa kadang-kadang nadi dapat terhambat oleh bekuan halus di mana pulsasi mungkin teraba. Selain itu, perfusi melalui arteri lebih besar dapat berlanjut setelah meningkatnya tekanan kompartemen yang telah mengempiskan sirkulasi arteriol/venula otot.
iii.      Kaji aliran kapiler, warna kulit, dan kehangatan distal  pada fraktur.
Rasional : Kembalinya warna harus cepat (3-5 detik). Warna kulit putih menunjukan gangguan arterial. Sianosis diduga ada gangguan vena.
iv.      Lakukan pengkajian neuromuskuler. Perhatikan perubahan fungsi motorik/sensori. Minta pasien untuk melokalisasi nyeri atau ketidaknyamanan.
Rasional : Gangguan perasaan kebas, kesemutan  peningkatan atau penyebaran nyeri terjadi bila sirkulasi  pada saraf tidak adekuat atau saraf rusak.
v.        Tes sensasi saraf perifer dengan menusuk pada kedua  selaput antara ibu jari pertama dan kaji kemampuan untuk dorsofleksi ibu jari bila diindikasikan.
Rasional : Panjang dan posisi saraf perineal  meningkatkan risiko cedera pada adanya fraktur  kaki, edema atau malposisi alat traksi.
vi.      Kaji jaringan sekitar akhir gips untuk titik yang kasar atau tekanan.
Rasional : Faktor ini mengindikasikan tekanan jaringan atau iskemia, menimbulkan kerusakan atau nekrosis.
vii.    Awasi posisi atau luka cincin penyokong bebat.
Rasional : Alat traksi dapat menyebabkan  tekanan  pada  pembuluh darah/saraf, terutama pada aksila dan lipat paha, mengakibatkan iskemia dan kerusakan saraf permanen.
viii.  Pertahankan peninggian ekstermitas cedera kecuali dikontraindikasikan dengan menyakinkan pasien adanya sindrom kompartemen.
Rasional : Meningkatkan drainase vena atau menurunkan  edema.
ix.      Kaji keseluruhan panjang ekstermitas yang cedera untuk pembengkakan/pembentukan  edema.
Rasional : Peningkatan lingkar ekstermitas yang cedera  dapat di duga ada pembengkakan jaringan atau edema umum tetapi dapat menunjukan perdarahan.
x.        Perhatikan keluhan nyeri ekstrem untuk tipe cedera atau peningkatan nyeri pada gerakan pasif ekstermitas, terjadinya parestesia, tegangan otot/nyeri tekan dengan eritema dan perubahan nadi distal.
Rasional : Perdarahan edema berlanjut dalam otot tertutup dengan fasia ketat dapat menyebabkan gangguan aliran darah dan iskemia miositis/sindrom kompartemen, perlu intervensi darurat untuk menghilangkan tekanan/memperbaiki  sirkulasi.
xi.      Selidiki tanda iskemia ekstermitas tiba-tiba, contoh penurunan suhu kulit dan peningkatan nyeri.
Rasional : Dislokasi fraktur sendi (khususnya lutut) dapat menyebutkan kerusakan arteri yang berdekatan, dengan akibat hilangnya darah ke distal.
xii.    Dorong secara rutin latihan jari/sendi distal cedera. Ambulasi sesegera mungkin.
Rasional : Meningkatkan sirkulasi dan menurunkan pengumpulan darah khususnya pada ekstermitas bawah.
xiii.  Selidiki nyeri tekan, pembengkakan pada dorsofleksi kaki (tanda human positif).
Rasional : Terdapat peningkatan potensial untuk  tromboflebitis dan emboli paru pada  pasien  imobilisasi  selama  5  hari  atau  lebih.
xiv.  Awasi tanda-tanda vital. Perhatikan tanda-tanda pucat/sianosis umum, kulit dingin, perubahan mental.
Rasional : Ketidakadekuatan volume sirkulasi akan  mempengaruhi  sistem  perfusi  jaringan.
xv.    Tes feses atau aspirasi gaster terhadap darah nyata. Perhatikan perdarahan lanjut pada sisi trauma atau injeksi dan perdarahan terus-menerus dari membrane mukosa.
Rasional : Peningkatan insiden perdarahan gaster menyertai fraktur/trauma dan dapat berhubungan dengan stress dan kadang-kadang menunjukan gangguan pembekuan yang memerlukan intervensi lanjut.
Kolaborasi
xvi.  Berikan kompres es pada sekitar fraktur sesuai indikasi.
Rasional : Menurunkan edema/pembentukan hematoma yang dapat mengganggu sirkulasi.
i.               Bebat/buat spalk sesuai kebutuhan.
Rasional : Mungkin dilakukan pada keadaan darurat untuk menghilangkan restriksi sirkulasi yang diakibatkan oleh pembentukan edema pada ekstermitas yang cedera.
ii.             Kaji/awasi tekanan intrakompartemen.
Rasional : Peninggian tekanan (biasanya sampai 30 mm Hg atau lebih) menunjukan kebutuhan evaluasi segera dan intervensi.
iii.      Siapkan untuk intervensi bedah (contoh, fibulektomi atau fasiotomi) sesuei indikasi.
Rasional : Kegagalan untuk menghilangkan tekanan atau memperbaiki sindrom kompartemen dalam 4 sampai 6 jam dari timbulnya dapat mengakibatkan kontraktur berat/kehilangan fungsi dan kecacatan ekstermitas distal cedera atau perlu amputasi.
iv.      Awasi Hb atau Ht, pemeriksaan koagulasi, contoh kadar protrombin.
Rasional : Membantu dalam kalkulasi hilangnya darah dan membutuhkan  keefektifan  terapi  pergantian.
v.        Berikan warfarin natrium (Coumadin) bila diindikasikan.
Rasional : Mungkin diberikan secara profilaktik untuk menurunkan thrombus vena dalam.
vi.           Berikan kaus kaki antiembolitik/tekanan berurutan sesuai indikasi.
Rasional : Menurunkan pengumpulan vena dan dapat meningkatkan aliran balik vena, sehingga menurunkan risiko pembentukan thrombus.
(4)   Risiko tinggi terhadap kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan aliran; darah/emboli lemak; perubahan  membran alveolar/kapiler; interstisial, edema paru, kongesti.
(1)   Tujuan : Kerusakan pertukaran gas membaik.
(2)   Kriteria hasil : Fungsi pernapasan adekuat dibuktikan oleh  adanya dispnea/sianosis: frekuensi pernapasan dan GDA dalam batas normal.
(3)   Intervensi :
Mandiri
i.      Awasi frekuensi pernapasan dan upayanya. Perhatikan stridor, penggunaan otot bantu,retraksi, terjadinya sianosis sentral.
Rasional : Takipnea, dispnea, dan perubahan dalam mental dan tanda dini insufiensi pernapasan dan mungkin hanya indikator terjadinya emboli paru  ada tahap awal.
ii.    Auskultasi bunyi napas perhatikan terjadinya ketidaksamaan, bunyi hiperesonan, juga adanya gemericik/ronkhi/mengi dan inspirasi mengorok atau bunyi sesak napas.
Rasional : Perubahan dalam atau adanya bunyi  adventisius menunjukan terjadinya komplikasi pernapasan, contoh atelekstatis, pneumonia, emboli, SDPD.
iii.  Atasi jaringan cedera tulang dengan lembut, khususnya selama beberapa hari pertama.
Rasional : Ini dapat mencegah terjadinya emboli lemak (biasanya terlihat pada 12-72 jam pertama), yang erat berhubungan dengan fraktur, khususnya tulang panjang dan pelvis.
iv.  Instruksikan dan bantu dalam latihan napas dalam dan batuk, reposisi dengan sering.
Rasional : Meningkatkan  ventilasi  alveolar  dan  perfusi, reposisi meningkatkan drainase secret dan menurunkan kongesti pada area paru dependen.
v.    Perhatikan peningkatan kegelisahan, kacau, letargi,  stupor.
Rasional : Gangguan pertukaran gas atau adanya emboli paru dapat menyebabkan penyimpangan  pada tingkat kesadaran pasien seperti terjadinya hipoksemia/asidosis.
vi.  Observasi sputum atau tanda adanya darah.
Rasional : Hemodialisa dapat terjadi dengan emboli paru.
vii.     Inspeksi kulit untuk petekie di atas garis putting; pada aksila, meluas ke abdomen  atau tubuh; mukosa mulut, palatum keras; kantung konjungtiva dan retina.
Rasional : Ini adalah karateristik paling nyata dari tanda emboli lemak, yang tampak 2-3 hari setelah cedera.

Kolaborasi
viii.  Bantu dalam spirometri insentif.
Rasional : Memaksimalkan ventilasi atau oksigenasi dan meminimalkan atelekstatis.
ix.      Berikan O2 tambahan bila diindikasikan.
Rasional : Meningkatkan sediaan O2 untuk oksigenasi optimal Jaringan.
x.        Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh seri GDA.
Rasional : Menurunkan PaO2 dan peningkatan PaCO2 menunjukan gangguan pertukaran gas atau terjadinya kegagalan.
Hb, kalsium, LED, lipase serum, lemak, trombosit.
Rasional : Anemia, hipokalsemia, peningkatan LED dan kadar lipase, gelembung lemak dalam darah/urine/sputum dan penurunan jumlah trombosit (trombositopenia) sering berhubungan dengan emboli lemak.
xi.      Berikan obat sesuai indikasi :
Heparin dosis rendah
Rasional : Blok siklus pembekuan dan mencegah bertambahnya pembekuan pada adanya trombofebitis.
Kortikosteroid
Rasional : Steroid telah digunakan dengan beberapa keberhasilan untuk mencegah atau mengatasi emboli lemak.
(5)   Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan  rangka neurumuskular; nyeri atau ketidaknyamanan; terapi restriktif (imobilisasi  tungkai).
(1)   Tujuan : Meminimalkan  kerusakkan  mobilitas  fisik.
(2)   Kriteria hasil : Peningkatan mobilitas pada tingkat  paling tinggi yang mungkin.
Mempertahankan  posisi  fungsional.
Meningkatkan fungsi yang sakit dan mengkompensasi  bagian tubuh.
Menunjukan teknik yang memampukan melakukan  aktivitas.
(3)   Intervensi :
Mandiri
i.           Kaji derajat imobilitas yang dihasilkan oleh cedera/pengobatan dan perhatikan persepsi pasien terhadap imobilisasi.
Rasional : Pasien mungkin dibatasi oleh pandangan diri/persepsi diri tentang keterbatasan fisik actual, memerlukan informasi atau intervensi untuk meningkatkan kemajuan kesehatan
ii.         Dorong partisipasi pada aktivitas terapeutik atau rekreasi. Pertahankan rangsang lingkungan contoh, radio, TV, Koran, barang milik pribadi atau lukisan, jam, kalender, kunjungan keluarga atau teman.
Rasional : Memberikan kesempatan untuk mengeluarkan energy, memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan rasa control diri atau harga diri dan membantu menurunkan isolasi sosial.
iii.       Instruksikan pasien dan bantu dalam rentang gerak/aktif pada ekstermitas yang sakit dan yang tak sakit.
Rasional : Meningkatkan aliran darah ke otot dan tulang untuk meningkatkan tonus otot, mempertahankan gerak sendi; mencegah kontraktur/atrofi dan resorpsi.
iv.       Dorong penggunaan latihan isometric mulai dengan tungkai yang sakit.
Rasional : Kontraksi otot isometric tanpa menekuk sendi/membantu mempertahankan kekuatan dan massa otot.
v.         Berikan papan kaki, bebat pergelangan, gulungan trokhanter/tangan yang sesuai.
Rasional : Berguna dalam mempertahankan posisi fungsional ekstermitas, tangan/kaki dan mencegah komplikasi (contoh kontraktur/kaki jatuh)
vi.       Tempatkan pada posisi terlentang secara periodic bila mungkin, bila traksi digunakan untuk menstabilkan fraktur tungkai bawah.
Rasional : Menurunkan resiko kontraktur tungkai bawah.
vii.     Instruksikan atau dorong menggunakan trapeze dan “pasca posisi” untuk fraktur tungkai bawah.
Rasional : Memudahkan gerakan selama perawatan kulit dan penggantian linen; menurunkan ketidaknyamanan dengan tetap datar ditempat tidur.
viii.   Bantu/dorong perawatan diri/kebersihan diri.
Rasional : Meningkatkan kekuatan otot dan sirkulasi, meningkatkan kesehatan diri langsung.
ix.       Berikan atau bantu dalam mobilisasi denga kursi roda, kruk, tongkat, sesegera mungkin.
Rasional : Mobilisasi dini menurunkan komplikasi tirah baring dan meningkatkan penyembuhan.
x.         Awasi TD dengan melakukan aktivitas.
Rasional : Hipotensi postural adalah masalah umum menyertai tirah baring dan memerlukan intervensi khusus.
xi.       Ubah posisi secara periodic dan dorong untuk latihan batuk/napas dalam.
Rasional : Mencegah atau menurunkan insiden komplikasi kulit/pernapasan.
xii.     Auskultasi bising usus. Kebiasaan eliminasi dan berikan keteraturan defekasi rutin.
Rasional : perubahan dalam kebiasaan diet dapat memperlambat peristaltik usus dan menghasilkan konstipasi. Tindakan keperawatan yang memudahkan eliminasi dapat mencegah atau membatasi komplikasi.
xiii.   Dorong masukan cairan sampai 2000-3000 ml/hari, termasuk air asam atau jus.
Rasional : Mempertahankan hidrasi tubuh, menurunkan resiko infeksi urinarius, pembentukan batu dan konstipasi.
xiv.   Berikan diet tinggi protein, karbohidrat, vitamin dan mineral, pertahankan penurunan protein sampai setelah defekasi pertama.
Rasional : Pada adanya cedera musculoskeletal. Nutrisi yang diperlukan untuk penyembuhan berkurang dengan cepat, sering mengakibatkan penurunan berat badan sebanyak 20-30 pon selama traksi tulang.
xv.     Tingkatkan jumlah diet kasar. Batasi makanan pembentuk gas.
Rasional : Penambahan bulk pada feses membantu mencegah konstipasi.
Kolaborasi
xvi.   Konsul dengan ahli terapi fisik/okupasi dan rehabilitasi spesialis.
Rasional : Berguna dalam membuat aktivitas individual/program latihan.
xvii.     Rujuk keperawat spesialis psikiatrik klinikal atau ahli terapi sesuai indikasi.
Rasional : Pasien/orang terdekat memerluka tindakan intensif lebih untuk menerima kenyataan kondisi/prognosis, imobilisasi lama, mengalami kehilangan kontrol
(6)   Kerusakan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan  cedera tusuk; fraktur terbuka, bedah perbaikan;  pemasangan  traksi pen, kawat, sekrup; perubahan sensasi, sirkulasi; akumulasi ekskresi/sekret; imobilisasi  fisik.
(1)   Tujuan : Integritas  kulit/ jaringan  membaik.
(2)   Kriteria hasil : Ketidaknyamanan hilang, luka sembuh  sesuai  waktu dan  tidak  terjadi  lesi.
Mencegah kerusakan kulit dan memudahkan  penyembuhan  sesuai  indikasi.
(3)   Intervensi :
Mandiri
i.      Kaji kulit untuk luka terbuka, benda asing,  kemerahan, perdarahan, perubahan warna, kelabu,  memutih.
Rasional : Memberikan informasi tentang sirkulasi kulit dan masalah yang mungkin disebabkan oleh alat pemasangan gips atau traksi.
ii.    Masase kulit dan penonjolan tulang.
Rasional : Menurunkan tekanan pada area yang peka dan resiko abrasi/kerusakan kulit.
iii.  Kaji posisi cincin bebat pada alat traksi.
Rasional : Posisi yang tak tepat dapat menyebabkan cedera kulit/kerusakan.
iv.  Ubah  posisi  dengan  sering.
Rasional : Mengurangi tekanan konstan pada area  yang sama dan meminimalkan resiko kerusakan  kulit.
v.    Penggunaan gips dan perawatan kulit.
a)    Bersihkan kulit dengan sabun dan air. Gosok perlahan dengan alkohol dan bedak dengan jumlah sedikit borat atau stearat seng.
Rasional : Memberikan gips tetap kering, dan area bersih.
b)   Potong pakaian dalam yang menutupi area dan perlebar beberapa inci diatas gips.
Rasional : Berguna untuk bantalan tonjolan tulang, mengakhiri akhir gips, dan melindungi kulit.
c)    Gunakan telapak tangan untuk memasang, pertahankan atau lepaskan gips dan dukung bantal setelah pemasangan.
Rasional : Mencegah perlekukan atau pendataran diatas tonjolan tulang dan area menyokong berat badan (contoh punggung, tumit) yang akan menyebabkan abrasi/trauma jaringan.
d)   Potong kelebihan plester dari akhir gips sesegera mungkin saat gips lengkap.
Rasional : Plester yang lebih dapat mengiritasi kulit dan dapat mengakibatkan abrasi.
e)    Tingkatkan pengeringan gips dengan mengangkat linen tempat tidur, memajankan pada sirkulasi udara.
Rasional : Mencegah kerusakan kulit yang dapat disebabkan oleh tertutup pada kelembapan di bawah gips dalam jangka lama.
f)    Observasi untuk potensial area yang tertekan, khususnya pada akhir dan bawah bebatan/gips.
Rasional : Tekanan dapat menyebabkan ulserasi, nekrosis, dan kelumpuhan saraf.
g)   Beri bantalan (petal) pada akhir gips dengan plester tahanan air.
Rasional : Memberikan perlindungan efektif pada lapisan gips dan kelembapan.
h)   Bersihkan kelebihan plester dari kulit saat masih basah, bila mungkin.
Rasional : Plester yang kering dapat melekat kedalam gips yang telah lengkap dan menyebabkan kerusakan kulit.
i)     Lindungi gips dan kulit pada area perineal. Berikan perawatan sering.
Rasional : Mencegah kerusakan jaringan dan infeksi oleh kontaminasi fekal.
j)     Instruksikan pasien/orang terdekat untuk menghindari memasukan objek kedalam gips.
Rasional : “sakit gesekan” dapat menyebabkan cedera jaringan.
k)   Masase kulit pada sekitar akhir gips dengan alkohol.
Rasional : Mempunyai efek pengering, yang menguatkan kulit.
l)     Balik pasien dengan sering untuk melibatkan sisi yang tak sakit dan posisi tengkurap dengan kaki pasien diatas kasur.
Rasional : Meminimalkan tekanan pada kaki dan sekitar tepi gips.
vi.  Traksi kulit dan perawatan kulit.
a)    Bersihkan kulit dengan air sabun hangat.
Rasional : Menurunkan kadar kontaminasi kulit.
b)   Berikan tintur bezoin.
Rasional : “kekuatan” kulit untuk penggunaan traksi kulit.
c)    Gunakan plester traksi kulit (buat beberapa strip moleskin/plester perekat) memanjang pada sisi tungkai yang sakit.
Rasional : Plester traksi melingkari tungkai dapat mempengaruhi sirkulasi.
d)   Lebarkan plester sepanjang tungkai.
Rasional : Traksi dimasukan dalam garis dengan akhir plester yang bebas.
e)    Tandai garis di mana plester keluar sepanjang ekstermitas.
Rasional : Memungkinkan untuk pengkajian cepat terhadap benda yang terselip.
f)    Letakan bantalan pelindung di bawah kaki dan di atas tonjolan tulang.
Rasional : Meminimalkan tekanan pada area ini.
g)   Balut lingkar tungkai, termasuk plester dan bantalan, dengan verban elastik, hati-hati untuk membalut dengan rapat tetapi tidak terlalu ketat.
Rasional : Memberikan tarikan traksi yang tepat tanpa mempengaruhi sirkulasi.
h)   Palpasi jaringan yang diplester tiap hari dan catat adanya nyeri tekan atau nyeri.
Rasional : Bila area di bawah plester nyeri tekan, diduga ada iritasi kulit dan siapkan untuk membuka sistem balutan.
i)     Lepaskan traksi kulit tiap 24 jam, sesuai protokol, inspeksi dan berikan perawatan kulit.
Rasional : Mempertahankan integritas kulit.
vii.    Traksi tulang dan perawatan kulit.
a.     Tekuk ujung kawat atau tutup ujung  kawat atau pen  dengan karet atau gabus pelindung atau tutup jarum.
Rasional : Mencegah cedera pada bagian tubuh lain.
b.    Beri bantalan atau pelindung dari kulit domba, busa.
Rasional : Mencegah tekanan berlebihan pada kulit meningkatkan evaporasi kelembapan yang menurunkan risiko ekskoriasi.
Kolaborasi
viii.  Gunakan tempat tidur busa, bulu domba, bantal apung atau kasur udara sesuei indikasi.
Rasional : Karena imobilisasi bagian tubuh, tonjolan tulang lebih dari area yang sakit oleh gips mungkin sakit karena penurunan sirkulasi.
ix.      Buat gips dengan katup tunggal, katup ganda atau jendela, sesuei protokol.
Rasional : Memungkinkan pengurangan tekanan dan memberikan akses untuk perawatan luka/kulit.
(7)   Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tak adekuatnya pertahanan primer; kerusakan kulit, trauma jaringan, terpajan pada lingkungan.
Prosedur  invasif,  traksi  tulang.
(1)   Tujuan : Meningkatkan  penyembuhan  luka  dengan  benar.
(2)   Kriteria hasil : Bebas tanda infeksi/inflamasi, mencapai penyembuhan luka sesuai waktu, bebas drainase purulen atau eritema, demam.
(3)   Intervensi :
Mandiri
i.      Inspeksi kulit untuk adanya iritasi atau robekan  kontinuitas.
Rasional : Pen  atau  kawat  tidak  harus  dimasukan  melalui kulit yang terinfeksi.
ii.    Kaji sisi pen atau kulit perhatikan keluhan peningkatan  nyeri/rasa terbakar atau adanya edema.
Rasional : Dapat mengindikasikan timbulnya infeksi  lokal/nekrosis jaringan, yang dapat menimbulkan osteomilitis.
iii.  Berikan perawatan pen/kawat steril sesuai protokol  dan latihan mencuci tangan.
Rasional : Dapat mencegah kontaminasi silang dan  kemungkinan infeksi.
iv.  Instruksikan pasien untuk tidak menyebutkan sisi insersi.
Rasional : Meminimalkan kesempatan untuk kontaminasi.
v.    Tutupi pada akhir gips peritoneal dengan plastik.
Rasional : Gips yang lembap, padat meningkatkan pertumbuhan bakteri.
vi.  Observasi luka untuk pembentukan bulla, krepitasi, perubahan warna kulit kecoklatan, bau drainase yang tak enak/asam.
Rasional : Tanda infeksi gas gangren.
vii.     Kaji tonus otot, reflek tendon dalam dan kemampuan untuk berbicara.
Rasional : Kekakuan otot, spasme tonik otot rahang dan disfagia menunjukan terjadinya tetanus.
viii.   Selidiki tiba-tiba/keterbatasan gerakan dengan edema lokal/eritema ekstermitas cedera.
Rasional : Dapat mengindikasikan terjadinya osteomielitis.
ix.  Lakukan prosedur isolasi.
Rasional : Adanya drainase purulen akan memerlukan kewaspadaan luka/linen untuk mencegah kontaminasi silang.
Kolaborasi
x.    Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh:
a)    Hitung darah lengkap.
Rasional : Anemia dapat terjadi pada osteomielitis, leukositosis, biasanya ada dengan proses infeksi.
b)    LED.
Rasional:peningkatan pada osteomielitis.
c)    Kultur dan sensitivitas luka atau serum/tulang.
Rasional :Mengidentifikasi organisme infeksi
d)   Skan radioisotop.
Rasional :Titik puas menunjukan peningkatan area vaskularitas.
xi.  Berikan obat sesuei indikasi, contoh :
a)    Antibiotik
Rasional : Antibiotik spectrum luas dapat digunakan secara profilaktik atau dapat ditujukan pada mikroorganisme khusus.
b)    Tetanus toksoid
Rasional : Diberikan secara profilaktif karena kemungkinan adanya tetanus pada luka terbuka.
xii.     Berikan irigasi luka/tulang dan berikan sabun basah/hangat sesuai indikasi.
Rasional : Debridemen lokal/pembersihan luka menurunkan mikroorganisme dan insiden infeksi sistemik.
xiii.   Bantu prosedur contoh insisi, drainase pemsangan drain, terapi O2 hiperbarik.
Rasional : Banyak prosedur pada pengobatan infeksi lokal, osteomielitis, gangren gas.
xiv.   Siapkan pembedahan sesuei indikasi.
Rasional : Sequestrektomi (pengangkatan tulang nekrotik) perlu untuk membantu penyembuhan dan mencegah perluasan proses infeksi.
(8)   Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang terpanjan/mengingat; salah interpretasi informasi/tidak mengenal sumber informasi.
(1)   Tujuan : Klien memahami tentang manfaat perawatan dan  pengobatannya.
(2)   Kriteria hasil : Menyatakan pemahaman proses penyakit pengobatan dan potensial komplikasi, berpartisipasi dalam program pengobatan.
(3)   Intervensi :
Mandiri
i.      Kaji ulang patologi, prognosis dan harapan  yang akan datang.
Rasional : Memberikan dasar pengetahuan  di mana pasien dapat membuat pilihan informasi.
ii.    Beri penguatan metode mobilitas dan ambulasi sesuai instruksi dengan terapis fisik bila diindikasikan.
Rasional : Banyak fraktur memerlukan gips, bebat atau penjepit selama proses penyembuhan.
iii.  Anjurkan penggunaan Backpack.
Rasional : Memberikan tempat untuk membawa artikel tertentu dan membiarkan tangan bebas untuk memanipulasi kruk atau dapat mencegah kelelahan otot yang tak perlu bila satu tangan di gips.
iv.  Buat daftar aktivitas di mana pasien dapat melakukan secara mandiri dan yang memerlukan bantuan.
Rasional : Penyusunan aktivitas sekitar kebutuhan  dan  yang  memerlukan  bantuan.
v.    Identifikasi tersedianya sumber pelayanan dimasyarakat, contoh tim rehabilitasi, pelayanan perawatan di rumah.
Rasional : Memberikan bantuan untuk memudahkan perawatan diri dan mendukung kemandirian.
vi.  Dorong pasien untuk melanjutkan latihan aktif untuk sendi di atas dan di bawah fraktur.
Rasional : Mencegah kekakuan sendi. Kontraktur, dan kelelahan otot, meningkatkan kembalinya aktivitas sehari-hari secara dini.
vii.     Diskusikan pentingnya perjanjian evaluasi klinis.
Rasional : Penyembuhan fraktur memerlukan waktu tahunan untuk sembuh lengkap, dan kerjasama pasien dalam program pengobatan membantu untuk penyatuan yang tepat dari tulang.
viii.   Kaji ulang perawatan pen/luka yang tepat.
Rasional : Menurunkan resiko trauma tulang atau jaringan dan infeksi yang dapat berlanjut menjadi osteomielitis.
ix.  Identifikasi tanda-tanda dan gejala-gejala yang memerlukan evaluasi medik.
Rasional : Intervensi cepat dapat menurunkan beratnya komplikasi seperti infeksi/gangguan sirkulasi.
x.    Diskusikan perawatan gips yang “hijau” atau basah.
Rasional : Meningkatkan pengobatan tepat untuk mencegah deformitas gips dan iritasi kulit/kesalahan postur.
xi.  Anjurkan penggunaan pengering rambut untuk mengeringkan area gips yang lembap.
Rasional : Penggunaan yang hati-hati dapat mempercepat pengeringan.
xii.     Demonstrasikan penggunaan kantong plastik untuk menutup plester gips selama cuaca lembap atau saat mandi. Gips bersih dengan pakaian agak lembap dan bedak penggosok.
Rasional : Melindungi dari kelembapan, yang melunakan plester gips.
xiii.   Anjurkan penggunaan pakaian yang adaptif.
Rasional : Membantu aktivitas berpakaian atau kerapihan.
xiv.   Anjurkan cara-cara menutupi ibu jari kaki, bila tepat, contoh sarung tangan atau kaus kaki halus.
Rasional : Membantu mempertahankan kehangatan atau bmelindungi dari cedera.
xv.     Diskusikan intruksi pasca pengangkatan gips.
a)    Instruksikan pasien untuk melanjutkan latihan sesuai izin.
Rasional : Menurunkan kekakuan dan memperbaiki kekuatan serta fungsi ekstermitas yang sakit.
b)   Informasikan pasien bahwa kulit di bawah gips secara umum lembap dan tertutup dengan kalus atau serpihan kulit yang mati.
Rasional : Ini akan memerlukan waktu berminggu-minggu sebelum kembali kepenampilan normal.
c)    Cuci kulit dengan perlahan dengan sabun, povidon iodine (betadin) atau pHisoHex dan air.
Rasional : Kulit yang baru secara ekstrem nyeri tekan karena telah dilindungi oleh gips.
d)   Informasikan pasien bahwa otot dapat tampak lembek dan atrofi (massa otot kurang).
Rasional : Kekuatan otot akan menurun dan rasa sakit yang baru dan nyeri sementara sekunder terhadap kehilangan dukungan.
e)    Tinggikan ekstermitas sesuai kebutuhan.
Rasional : Pembengkakan dan edema cenderung terjadi setelah pengangkatan gips.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar